Kira-kira seminggu sebelum berangkat, kami masuk Grup WAG yg dikomandani Bapak Jamaludin sebagai kadisbudpar Banda Aceh, koordinasi beliau dengan staf yg begitu hangat sedikit mengobati kegalauan kami, respon pak kadis dalam menjawab pertanyaan teman-teman di grup, apakah pertanyaan dalam hal transportasi, ataupun dalam bidang adat istiadat disitu memberikan sedikit gambaran tentang situasi disana.
Saat hari H pun tiba, kami berangkat dari Bali dengan Batik Air menuju Jakarta-Medan-Aceh. bangun Pukul 05.00 Wita dan tiba Pukul 17.00 Wita. Perjalanan yang sangat melelahkan, tiba di bandara, kami di jemput tim Disbudpar, dan kami bertemu dengan sosok nyata Bapak Jamaludin yg selama ini kami kenal lewat WAG yang ikut menjemput di bandara. Seperti kata-kata dalam iklan, kesan pertama begitu menggoda selanjutnya terserah anda. Ternyata betul kesan pertama pak kadis luar biasa, kami seakan-akan kenal sudah lama, keakraban pun terbangun diantara kami, dan ternyata Istri pak Kadis juga seorang dokter yang sangat ramah, seorang dokter Nephrologi. Hari pertama jamuan beliau sangat memukau, hari kedua suguhan Aceh Street Food Festival lebih memukau lagi, bahkan saya dapat kesempatan menyanyi diacara itu, tidak berhenti sampai disitu hari ketigapun kami di suguhin Festival Kopi dengan sajian bermacam-macam kopi kas Aceh. Kehangatan dan keramahan warga Aceh sangat terasa sampai saat ini.
GUBERNUR ACEH DAN HARMONI KEHIDUPAN
Di Acara pembukaan, kami sangat terkesan dengan budaya Aceh, pertunjukkan drama musikal Cut Nya Dhien yg menggambarkan keberanian wanita Aceh dalam memegang prinsip hidup, dan tarian Aceh dengan nuansa islami sungguh indah ditonton, namun dari semua sajian saat pembukaan, ada yang sangat berkesan di hati kami, yaitu pidato Bapak Gubernur Aceh, ucapan kata Om Swastiastu beliau sangat sejuk kami dengar di bumi serambi Mekah, dan kata-kata beliau yg saya ingat adalah beliau mengibaratkan perbedaan itu sebagai sebuah orkestra musik, dimana harmoni akan terbentuk ketika satu sama lainnya saling melengkapi, kata-kata yang singkat namun memiliki makna yg luar biasa, keramahtamahan masyarakat Aceh juga sangat membuat kami betah di Aceh.
Seberapapun keinginan kami untuk menikmati keindahan alam Aceh dan nikmatnya Kopi Aceh dan masakan Aceh terutama Mie Aceh dan ayam tangkap, namun waktu jua yg mengharuskan kami meninggalkan tanah Aceh, sambutan hangat Pak Kadisbudpar di Aceh kami anggap sebagai representasi dari keramahan masyarakat Aceh. Jujur tidak ada kata lagi yang bisa terucap dari bibir kami, selain ucapan terima kasih. Kami tunggu Pak Kadis bersama keluarga, staf kadisbudpar yang ramah di Bali.
Atas nama Pribadi dan IDI Bali Kami Ucapkan terima kasih kepada pihak Panitia dan Pemda Aceh yg sudah menyambut kami dengan ramah dan hangat sehangat Kopi Solong. Akhirnya atas nama keluarga gajah, kami mohon maaf belum bisa memberikan gading yg sempurna, dan kami minta maaf bila ada diantara kami yg bersikap kurang berkenan dihati masyarakat Aceh, ok kami yakin kesempurnaan itu hanya ada pada TUHAN, dan kekurangan itu ada pada Kami.
TERIMALAH PANTUN SAYA
“Perangkat daerah tidak boleh marah
pohon beringin ujungnya sangat