Banda ACEH – kanker merupakan penyebab kematian nomor dua di dunia setelah HAIV AIDS, dengan jumlah 9.6 juta kematian per-tahun. Di Indonesia sendiri berdasarkan laporan data Global Burden Cancer (Globocan) 2020, kasus kanker terbanyak di Indonesia adalah kanker payudara sebanyak 65.858 orang, kemudian disusul kanker serviks dan paru-paru masing-masing berjumlah 36.633 dan 34.783 orang. Kanker paru-paru jadi jenis paling mematikan saat ini.
Hal tersebut disampaikan, Kepala Seksi (Kasi) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) dan Kesehatan Jiwa (Keswa) Dinas Kesehatan (Dinkes) Aceh, dr. Siti Dara Safitri, M.Kes.” Senin (13/3/2023)
.Penyakit kanker menjadi salah satu penyakit berbahaya dan mematikan, karena umumnya penyakit ini tidak menimbulkan gejala pada fase awal perkembangannya, sehingga kondisi kanker baru terdeteksi dan ditangani pada saat mencapai stadium lanjut.
Sebut Siti Dara Safitri, untuk jumlah penderita kanker berdasarkan Surveilens Penyakit Tidak Menular (PTM) berbasis Puskesmas di Provinsi Aceh pada bulan Januari – Desember 2022 lalu, berjumlah 1.318 orang.
“Kanker Payudara 1.117 orang, Kanker Serviks 186 orang Retinoblastoma ada 15 orang,” kata Safitri.
Lanjut Safitri, Untuk jenis kanker yang paling umum diderita oleh pria yaitu kanker paru, prostat, kolorektal, perut dan hati, sedangkan kanker yang paling umum diderita wanita yaitu kanker payudara, kolorektal, paru-paru, serviks dan tiroid. Kanker payudara sendiri memiliki jumlah kasus tertinggi di Indonesia sebesar 65.858 kasus atau 16,6% dari total 396.914 kasus kanker, diikuti kanker serviks (leher rahim) di urutan kedua dengan jumlah 36.633 kasus atau 9,2% dari total kasus kanker.
“kanker yang kasusnya paling tinggi berdasarkan surveilens PTM adalah kanker payudara,” katanya.
Kemudian Safitri menjelaskan, penyebab terjadinya kanker itu diakibatkan oleh transformasi (mutasi) genetik pada sel, sehingga sel tersebut tumbuh tidak normal. Faktor yang menyebabkan risiko terjadinya kanker yang paling umum dibagi menjadi dua bagian, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor risiko internal di mana seseorang memiliki keturunan atau riwayat penderita kanker di keluarganya.
“Sedangkan faktor eksternal terjadi ketika seseorang memiliki usia di atas 65 tahun, merokok, mengkonsumsi alkohol secara berlebihan, pola makan yang tidak sehat dan kurangnya aktivitas fisik,” jelas Kasi P2PTM dan Keswa Dinkes Aceh itu.
Selanjutnya, beberapa infeksi kronis merupakan faktor risiko, ini merupakan masalah khusus di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Sekitar 13% kanker yang didiagnosis secara global dikaitkan dengan infeksi karsinogenik, termasuk Helicobacter pylori, human papillomavirus (HPV), virus hepatitis B, virus hepatitis C, dan virus Epstein-Barr. Virus hepatitis B dan C dan beberapa jenis HPV masing-masing meningkatkan risiko kanker hati dan serviks. Infeksi HIV secara substansial meningkatkan risiko kanker seperti kanker serviks.
Menurut Safitri, sekitar 30 – 50% kanker saat ini dapat dicegah dengan menghindari faktor risiko dan beban kanker melalui deteksi dini kanker dengan cara pengobatan serta perawatan yang tepat bagi pasien pengidap kanker.
“Banyak kanker memiliki peluang sembuh yang tinggi jika ditemukan pada tahap awal dan diobati dengan cara yang tepat,” ujarnya.
Lebih lanjut, Safitri menambahkan, untuk pencegahannya dengan melakukan skrining dan pemeriksaan rutin ke dokter dengan menghindari faktor risiko, misalnya merokok, dan mengkonsumsi alkohol secara berlebihan.
Dalam hal ini, upaya Pemerintah Aceh khususnya Dinkes Aceh dalam pencegahan penyakit kanker, kata Safitri, dengan melakukan kegiatan secara promotive dan preventif, seperti melakukan sosialisasi, penyuluhan dan edukasi kepada masyarakat.
“Dengan melibatakan tenaga Kesehatan provinsi kabupaten/kota dan tenaga Kesehatan di Puskesmas, yang tentunya bekerjasama dengan organisasi profesi, dan LSM pemerhati masalah penyakit kanker,” tuturnya.
Perlu diketahui, Dinas kesehatan aceh saat ini mempunyai beberapa program diantaranya, program deteksi dini payudara dengan pemeriksaan payudara sendiri (Sadari) dan pemeriksaan payudara klinis (Sadanis), deteksi dini seviks dengan metode Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) yang dapat dilakukan oleh dokter puskesmas dan bidan yang sudah terlatih.
“Kegiatan deteksi dini juga telah dilaksanakan bersama dengan Taspen, Kemenag dan TNI/Polri di Provinsi dan kabupaten/kota,” kata Kasi P2PTM dan Keswa Dinkes Aceh.
Dalam kesempatan tersebut, Safitri mengharapkan kedepannya pemerintah Aceh maupun dinas kesehatan kabupaten/kota se-Aceh dalam upaya pencegahan dan pengendalia kanker, perlu adanya keterlibatan dari semua unsur baik pemerintah, swasta maupun masyarakat.
“Saya berharap dengan adanya keterlibatan semua kalangan dan program dari Dinkes Aceh dapat meminimalisir pengidap penyanyit kanker di Aceh,” harapannya.(*)