Kinerja perekonomian Provinsi Aceh pada triwulan I 2023 tumbuh kuat sebesar 4,63% (year on year / yoy), meski melambat dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tercatat 5,60% (yoy). Pertumbuhan dari sisi sektoral didorong oleh Lapangan Usaha (LU) Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor (sumber pertumbuhan 1,66%), serta LU Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan (sumber pertumbuhan 0,92%). Sementara itu, dari sisi penggunaan, pertumbuhan didorong oleh Konsumsi Rumah Tangga (sumber pertumbuhan 1,77%), Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) (sumber pertumbuhan 1,49%), dan Ekspor Luar Negeri (sumber pertumbuhan 1,04%). Secara nominal, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Aceh pada triwulan I 2023 Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) tercatat sebesar Rp54,25 triliun, sedangkan Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) sebesar Rp35,00 triliun.
Dari sisi Lapangan Usaha (LU), laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Aceh pada triwulan I 2023 terutama ditopang oleh kinerja LU Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor yang tercatat tumbuh 10,72% (yoy), terakselerasi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang hanya tumbuh 5,13% (yoy). LU Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor mempunyai pangsa 15,56% dari total PDRB Provinsi Aceh. Pertumbuhan tersebut sejalan dengan telah dicabutnya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di penghujung tahun 2022 dan meningkatnya mobilitas masyarakat dengan membaiknya pandemi Covid-19.
Selanjutnya, LU Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan tercatat tumbuh 3,30% (yoy), melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mampu tumbuh 11,40% (yoy). LU Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan mempunyai pangsa 29,61% dari total PDRB Provinsi Aceh. Perlambatan disebabkan adanya pergeseran periode panen raya padi ke bulan April – Mei 2023, padahal tahun lalu panen raya terjadi pada bulan Maret – April 2022.
Lebih lanjut, LU Pertambangan dan Penggalian tercatat tumbuh negatif sebesar -6,26% (yoy), lebih dalam dari triwulan sebelumnya yang juga tumbuh negatif -1,03% (yoy). LU Pertambangan dan Penggalian mempunyai pangsa sebesar 8,77% dari total PDRB Provinsi Aceh. Penurunan kinerja sektor ini sejalan dengan lifting minyak dan gas yang secara umum mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya.
Sementara itu, pada sisi pengeluaran, pertumbuhan didorong oleh Konsumsi Rumah Tangga yang tumbuh sebesar 3,14% (yoy), terakselerasi dari triwulan sebelumnya yang tumbuh negatif sebesar -0,60% (yoy). Konsumsi rumah tangga memiliki pangsa paling besar di sisi pengeluaran sebesar 54,98%. Kinerja konsumsi rumah tangga yang kuat didorong oleh Nilai Tukar Petani (NTP) yang mencapai 113,07 pada triwulan laporan. Optimisme masyarakat yang meningkat sejalan dengan peningkatan UMP tahun 2023 juga turut mendukung peningkatan konsumsi rumah tangga pada triwulan I 2023, tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada triwulan I 2023 yang tercatat sebesar 113,7, meningkat dari 112,2 pada triwulan sebelumnya.
Selanjutnya, kinerja PMTB tumbuh sebesar 4,55% (yoy) dengan pangsa 31,68%, terakselerasi dari triwulan sebelumnya yang tumbuh negatif sebesar -0,93% (yoy). Hal tersebut sejalan dengan Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang mencapai Rp1,4 T, lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang hanya mencapai Rp1,1 T. Peningkatan kinerja PMTB juga dikonfirmasi oleh hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Investasi dengan saldo bersih sebesar 25,80%, lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang hanya 17,10%.
Lebih lanjut, kinerja ekspor luar negeri dengan pangsa 6,38% tumbuh sebesar 20,55% (yoy), terakselerasi dari periode sebelumnya yang tumbuh 14,79% (yoy). Ekspor luar negeri pada triwulan laporan mencapai 200,45 Juta USD atau tumbuh sebesar 22,16% (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan lalu yang hanya 18,53% (yoy). Kinerja ekspor batubara juga menunjukkan pertumbuhan yang baik yaitu mencapai 28,90% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang terkontraksi -18,46% (yoy). Ekspor luar negeri untuk barang non-migas di Provinsi Aceh didominasi oleh komoditas batubara, kopi, dan pinang.
Ke depan, perbaikan kinerja ekonomi Provinsi Aceh diperkirakan terus berlanjut, meski risiko dari sektor eksternal perlu diwaspadai. Untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang optimal, serta menjaga stabilitas makroekonomi dan mengendalikan inflasi, diperlukan upaya bersama seluruh pihak. Diantaranya yaitu, pertama, mengurangi tingkat kemiskinan di Aceh, serta peningkatan serapan tenaga kerja melalui langkah taktis replikasi piloting pengembangan kelompok subsisten melalui sinergi Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA), Satuan Kerja Perangkat Kabupaten/Kota (SKPK), Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kementerian Keuangan, dan pemangku kebijakan terkait lainnya.
Kedua, mendorong pengembangan ekonomi berbasis Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Aceh dalam upaya meningkatkan kapasitas perekonomian. Bank Indonesia berupaya meningkatkan ekonomi UMKM dengan membentuk klaster komoditas penyumbang inflasi, dan klaster komoditas unggulan daerah, serta memberikan pendampingan secara intensif. Di samping itu, juga dilaksanakan event-event promosi produk UMKM seperti Gerakan Bangga Buatan Indonesia (GBBI) dan Gerakan Bangga Wisata Indonesia (GBWI) untuk mendukung aspek pemasarannya.
Ketiga, mendorong pengembangan dan implementasi green economy dalam pembangunan berkelanjutan di Aceh. Green Economy adalah suatu gagasan ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kesetaraan sosial masyarakat, sekaligus mengurangi risiko kerusakan lingkungan secara signifikan, atau juga dapat diartikan sebagai aktivitas perekonomian yang rendah atau tidak menghasilkan emisi gas rumah kaca terhadap lingkungan, hemat sumber daya alam, dan berkeadilan sosial.
Keempat, mengakselerasi ekosistem ekonomi digital. Potensi digitalisasi ekosistem ekonomi di Provinsi Aceh cukup besar. Terbuka ruang untuk memanfaatkan platform dan pembayaran digital dalam memperluas jangkauan pemasaran, serta efisiensi biaya. Kelima, mengakselerasi pengembangan ekonomi dan keuangan syariah. Sebagai daerah yang memiliki kekhususan menerapkan syariat Islam dalam seluruh aspek, termasuk ekonomi, potensi ekonomi dan keuangan syariah cukup besar. Diperlukan kolaborasi antar pemangku kebijakan untuk mendorong industri halal, keuangan sosial syariah, dan ekonomi pesantren. Keenam, mendorong penguatan industri pengolahan. Potensi pada sektor hulu yang dimiliki Aceh bisa dioptimalkan untuk mendorong sektor industri pengolahan sebagai sektor yang memiliki daya ungkit, menyerap tenaga kerja serta memberikan multiplier effect yang besar. Pemetaan pohon industri dari masing-masing komoditas unggulan serta kajian teknis mengenai potensi dari tiap pohon industri dibutuhkan agar tidak terjadi jumping lapangan usaha dari LU Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan ke LU Perdagangan Besar dan Eceran, tanpa melalui nilai tambah oleh LU Industri Pengolahan.
Ketujuh, mendorong pertumbuhan investasi dengan menjaga persepsi positif investor swasta. Hal tersebut dapat dilakukan melalui (a) perbaikan dan penyempurnaan iklim kemudahan berusaha termasuk aspek informasi; (b) penguatan regulasi termasuk diantaranya percepatan penyempurnaan Online Single Submission Risk Based Approach (OSS-RBA); (c) mengoptimalkan forum Aceh Gayo Sustainable Investment Dialog (AGASID) sebagai salah satu media untuk melakukan debottlenecking terhadap kendala investasi di Aceh; (d) mengidentifikasi proyek investasi yang clean and clear yang siap dipromosikan di event promosi investasi luar negeri; (e) mendorong investasi di sektor ekonomi pariwisata sebagai new source of growth dan mendorong pengembangan quality tourism; dan (f) menarik investasi melalui penguatan infrastruktur.