BANDA ACEH - ANN
Rumah Sakit Umum Daerah dr Zainoel Abidin (RSUZA) Banda Aceh mengambil kebijakan baru terkait penanganan pasien di Instalasi Gawat Darurat (IGD). Akibat kondisi IGD dan ruang rawat inap yang kerap over kapasitas, RS milik pemerintah Aceh itu sewaktu-waktu bisa mengalihkan pasien baru ke rumah sakit mitra BPJS Kesehatan lainnya di Banda Aceh.
Demikian disampaikan Direktur RSUZA Banda Aceh, Dr dr Azharuddin SpOT K-Spine kepada Serambi, kemarin. Kondisi IGD RSUZA yang semrawut saat ini bisa berdampak pada kurang maksimalnya penanganan pasien gawat darurat. Untuk itu, direksi RSUZA berupaya memfasilitasi pasien emergency yang tidak tertampung di ZA untuk dirawat ke RS lainnya di Banda Aceh.
“Kami harap masyarakat bisa paham kondisi IGD RSUZA sekarang. Artinya saat pasien dirujuk ke kita, sedangkan IGD dalam kondisi penuh, maka kami siap mengirim pasien itu menggunakan ambulans ke RS lain,” ujar Azharuddin. Dia memastikan pasien akan dialihkan ke RS yang memiliki spesialis yang sesuai dengan penyakit pasien, fasilitas memadai, serta bisa melayani peserta BPJS Kesehatan (gratis).

Dia menyebutkan, rumah sakit mitra BPJS Kesehatan lainnya di Banda Aceh di antaranya RS Kesdam, RSUD Meuraxa, RS Ibu dan Anak (RSIA), RS Pertamedika Ummi Rosnati, RS Harapan Bunda, RS Fakinah, dan lainnya. “Kalau dikalkulasikan rumah sakit tipe B dan C di Banda Aceh baik milik pemerintah maupun swasta, mungkin tersedia 600-700 bed. Ini bisa mengurai kondisi IGD RSUZA yang sudah over,” jelasnya.
Azharuddin menjelaskan, kondisi IGD di RSUZA dari hari ke hari semakin sesak. Pasien yang berada di dalamnya juga tidak bisa dipindah ke ruangan karena fasilitas rawat inap sering penuh. Padahal kata Direktur RSUZA, penanganan pasien di IGD maksimal enam jam, karena pasien yang datang ke fasilitas itu silih berganti dengan daya tampung sekitar 60an pasien.
“IGD itu bukan tempat rawat pasien. Tapi yang terjadi saat ini pasien sudah dirawat berhari-hari di sana karena kamar pun penuh,” kata Azharuddin. Dia mengatakan bahwa kondisi IGD saat ini sangat memprihatinkan, sehingga pihaknya terpaksa mengambil kebijakan ‘transfer’ demi kebaikan pasien.
Direktur RSUZA Banda Aceh, Dr dr Azharuddin SpOT K-Spine menegaskan bahwa kebijakan mengalihkan pasien baru ke RS mitra BPJS Kesehatan lainnya di Banda Aceh itu bukan tanpa pertimbangan. Menurutnya, keselamatan pasien merupakan pertimbangan utama RSUZA agar mereka bisa tertangani dengan baik, dengan tetap mengutamakan pelayanan yang aman dan bermutu.
“Nanti jangan sampai terkesan RSUZA menolak pasien. Kami hanya mencoba realistis dengan keadaan saat ini. Kami tetap ingin memberikan pelayanan terbaik ke pasien, termasuk dengan memfasilitasinya ke RS lain,” kata Azharuddin. Selama ini, katanya, tak sedikit keluarga pasien yang bersikeras menunggu di koridor rumah sakit atau depan IGD asalkan keluarganya ditangani, padahal kasusnya tergolong gawat.
Direktur RSUZA menambahkan, penantian tak berujung itu dapat membuat kondisi pasien semakin buruk. “Konsekuensinya besar. Saat ini saja di IGD ada 40 pasien yang belum mendapat tempat tidur. Padahal seharusnya mereka tidak wajar lagi di IGD,” pungkasnya.(r)
Rumah Sakit Umum Daerah dr Zainoel Abidin (RSUZA) Banda Aceh mengambil kebijakan baru terkait penanganan pasien di Instalasi Gawat Darurat (IGD). Akibat kondisi IGD dan ruang rawat inap yang kerap over kapasitas, RS milik pemerintah Aceh itu sewaktu-waktu bisa mengalihkan pasien baru ke rumah sakit mitra BPJS Kesehatan lainnya di Banda Aceh.
Demikian disampaikan Direktur RSUZA Banda Aceh, Dr dr Azharuddin SpOT K-Spine kepada Serambi, kemarin. Kondisi IGD RSUZA yang semrawut saat ini bisa berdampak pada kurang maksimalnya penanganan pasien gawat darurat. Untuk itu, direksi RSUZA berupaya memfasilitasi pasien emergency yang tidak tertampung di ZA untuk dirawat ke RS lainnya di Banda Aceh.
“Kami harap masyarakat bisa paham kondisi IGD RSUZA sekarang. Artinya saat pasien dirujuk ke kita, sedangkan IGD dalam kondisi penuh, maka kami siap mengirim pasien itu menggunakan ambulans ke RS lain,” ujar Azharuddin. Dia memastikan pasien akan dialihkan ke RS yang memiliki spesialis yang sesuai dengan penyakit pasien, fasilitas memadai, serta bisa melayani peserta BPJS Kesehatan (gratis).

Dia menyebutkan, rumah sakit mitra BPJS Kesehatan lainnya di Banda Aceh di antaranya RS Kesdam, RSUD Meuraxa, RS Ibu dan Anak (RSIA), RS Pertamedika Ummi Rosnati, RS Harapan Bunda, RS Fakinah, dan lainnya. “Kalau dikalkulasikan rumah sakit tipe B dan C di Banda Aceh baik milik pemerintah maupun swasta, mungkin tersedia 600-700 bed. Ini bisa mengurai kondisi IGD RSUZA yang sudah over,” jelasnya.
Azharuddin menjelaskan, kondisi IGD di RSUZA dari hari ke hari semakin sesak. Pasien yang berada di dalamnya juga tidak bisa dipindah ke ruangan karena fasilitas rawat inap sering penuh. Padahal kata Direktur RSUZA, penanganan pasien di IGD maksimal enam jam, karena pasien yang datang ke fasilitas itu silih berganti dengan daya tampung sekitar 60an pasien.
“IGD itu bukan tempat rawat pasien. Tapi yang terjadi saat ini pasien sudah dirawat berhari-hari di sana karena kamar pun penuh,” kata Azharuddin. Dia mengatakan bahwa kondisi IGD saat ini sangat memprihatinkan, sehingga pihaknya terpaksa mengambil kebijakan ‘transfer’ demi kebaikan pasien.
Direktur RSUZA Banda Aceh, Dr dr Azharuddin SpOT K-Spine menegaskan bahwa kebijakan mengalihkan pasien baru ke RS mitra BPJS Kesehatan lainnya di Banda Aceh itu bukan tanpa pertimbangan. Menurutnya, keselamatan pasien merupakan pertimbangan utama RSUZA agar mereka bisa tertangani dengan baik, dengan tetap mengutamakan pelayanan yang aman dan bermutu.
“Nanti jangan sampai terkesan RSUZA menolak pasien. Kami hanya mencoba realistis dengan keadaan saat ini. Kami tetap ingin memberikan pelayanan terbaik ke pasien, termasuk dengan memfasilitasinya ke RS lain,” kata Azharuddin. Selama ini, katanya, tak sedikit keluarga pasien yang bersikeras menunggu di koridor rumah sakit atau depan IGD asalkan keluarganya ditangani, padahal kasusnya tergolong gawat.
Direktur RSUZA menambahkan, penantian tak berujung itu dapat membuat kondisi pasien semakin buruk. “Konsekuensinya besar. Saat ini saja di IGD ada 40 pasien yang belum mendapat tempat tidur. Padahal seharusnya mereka tidak wajar lagi di IGD,” pungkasnya.(r)