Banda Aceh | ANN
Ombudsman RI Perwakilan Aceh siang tadi menggelar FGD sebagai rangkaian kegiatan kajian kebijakan “Lembaga Wali Nanggroe: Masalah dan Solusi”. Ombudsman untuk Lembaga Wali Nanggroe dan Masyarakat Aceh. FGD berlangsung di Hotel The Pade, Aceh Besar dan dihadiri sekitar 20 peserta dari Lembaga Wali Nanggroe, akademisi, LSM, MAA, berhasil media, dialog, dan budayawan, Kamis (25/4/2019).
Kepala Ombudsman Perwakilan Aceh, Dr. Taqwaddin Husin, dalam kesempatan itu mengatakan, Lembaga Wali Nanggroe (LWN) sebagai salah satu lembaga yang dibiayai menggunakan dana masyarakat yang berhak mendapat pertalian terkait tugas dan fungsinya oleh Ombudsman.
“Kita di sini tidak mempermasalahkan LWN dan tidak mempermasalahkan legitimasinya, tetapi kita fokus pada tugas dan fungsi LWN. Karena selama ini banyak masyarakat bertanya-tanya tentang LWN dan apa urgensinya bagi masyarakat, ”kata Taqwaddin.
Setiap tahun Ombudsman RI Perwakilan Aceh rutin melakukan kajian untuk memaksimalkan peran mereka sebagai lembaga pengawas masyarakat. Tahun-tahun sebelumnya mereka telah melakukan kajian tentang tambang, kesehatan, hingga pendidikan.
Sementara itu, Dr. Sulaiman Tripa, MH selaku tenaga ahli yang ditunjuk Ombudsman untuk Rapid Assessment Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Wali Nanggroe memaparkan, terkait hal itu ada beberapa hal yang menjadi permasalahan, yaitu LWN sebagai kekhususan Aceh, eksistensi LWN yang dipersoalkan publik terkait legitimasi pemilihan, agenda tata cara pengukuhan, penganggaran, serta tugas dan fungsinya.
Persoalan lainnya ialah masyarakat belum merasakan dampak kehadiran LWN, tidak produktif, dan persoalan anggaran untuk LWN itu sendiri. Karena itu kajian ini terfokus pada malaadministrasi terkait pasal 29 (fungsi) dan pasal 30 (kewenangan).
“Tugas LWN itu ada di Pasal 29 (tugas), 30 (fungsi), dan 31 (kewenangan). Apakah ini semua sudah dilaksanakan? Ini ada yang sifatnya normatif dan ada yang implementatif,” ujar Sulaiman Tripa.
Secara kultur, kehadiran wali nanggroe harus menjadi tokoh pemersatu Aceh dan milik semua masyarakat Aceh. Diharapkan juga menjadi tokoh yang bijak dan terlibat dalam penyelesaian berbagai persoalan yang terjadi di Aceh, seperti masalah yang terjadi antara eksekutif dan legislatif, masalah yang terkait dengan lembaga keistimewaan di Aceh dan koordinasi pembangunan.
Selain itu, keberadaan WN dan LWN idealnya harus berperan dalam memperkuat posisi keistimewaan dan kekhususan Aceh, mendudukkan posisi keistimewaan dan kekhususan Aceh, serta turut andil dalam memperkuat pembangunan.
Kajian ini memantik diskusi dari peserta yang hadir, salah satunya dari akademisi Fakultas Hukum Unsyiah Dr. Teuku Muttaqin Mansur. Ia menilai dalam melaksanakan tugasnya, kepala Sekretariat LWN seperti tidak seirama dengan wali nanggroe.
Salah satu solusi yang ditawarkan untuk mengefektifkan fungsi dan tugas LWN ialah dengan merevisi Qanun Wali Nanggroe. Peserta FGD juga berharap agar LWN memiliki kedudukan yang kuat karena ini menyangkut dengan kekhususan dan keistimewaan Aceh.
“Padahal kepala Sekretariat LWN sangat berperan dalam menunjang kegiatan atau kebijakan pengurus lembaga tersebut,” ujarnya.
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Aceh, Dr. Taqwaddin langsung menjadi koordinator untuk tim kajian ini. Selain Sulaiman Tripa sebagai tenaga ahli, juga melibatkan seluruh Asisten Ombudsman Aceh sebagai anggota yang diketuai oleh Ilyas Isti. Ombudsman menargetkan dalam sebulan ke depan kajian ini sudah mengeluarkan hasil sehingga harapan terlaksananya tugas dan fungsi LWN sesuai undang-undang dan kepercayaan publik pada lembaga itu bisa terbangun.[]
Ombudsman RI Perwakilan Aceh siang tadi menggelar FGD sebagai rangkaian kegiatan kajian kebijakan “Lembaga Wali Nanggroe: Masalah dan Solusi”. Ombudsman untuk Lembaga Wali Nanggroe dan Masyarakat Aceh. FGD berlangsung di Hotel The Pade, Aceh Besar dan dihadiri sekitar 20 peserta dari Lembaga Wali Nanggroe, akademisi, LSM, MAA, berhasil media, dialog, dan budayawan, Kamis (25/4/2019).
Kepala Ombudsman Perwakilan Aceh, Dr. Taqwaddin Husin, dalam kesempatan itu mengatakan, Lembaga Wali Nanggroe (LWN) sebagai salah satu lembaga yang dibiayai menggunakan dana masyarakat yang berhak mendapat pertalian terkait tugas dan fungsinya oleh Ombudsman.
“Kita di sini tidak mempermasalahkan LWN dan tidak mempermasalahkan legitimasinya, tetapi kita fokus pada tugas dan fungsi LWN. Karena selama ini banyak masyarakat bertanya-tanya tentang LWN dan apa urgensinya bagi masyarakat, ”kata Taqwaddin.
Setiap tahun Ombudsman RI Perwakilan Aceh rutin melakukan kajian untuk memaksimalkan peran mereka sebagai lembaga pengawas masyarakat. Tahun-tahun sebelumnya mereka telah melakukan kajian tentang tambang, kesehatan, hingga pendidikan.
Sementara itu, Dr. Sulaiman Tripa, MH selaku tenaga ahli yang ditunjuk Ombudsman untuk Rapid Assessment Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Wali Nanggroe memaparkan, terkait hal itu ada beberapa hal yang menjadi permasalahan, yaitu LWN sebagai kekhususan Aceh, eksistensi LWN yang dipersoalkan publik terkait legitimasi pemilihan, agenda tata cara pengukuhan, penganggaran, serta tugas dan fungsinya.
Persoalan lainnya ialah masyarakat belum merasakan dampak kehadiran LWN, tidak produktif, dan persoalan anggaran untuk LWN itu sendiri. Karena itu kajian ini terfokus pada malaadministrasi terkait pasal 29 (fungsi) dan pasal 30 (kewenangan).
“Tugas LWN itu ada di Pasal 29 (tugas), 30 (fungsi), dan 31 (kewenangan). Apakah ini semua sudah dilaksanakan? Ini ada yang sifatnya normatif dan ada yang implementatif,” ujar Sulaiman Tripa.
Secara kultur, kehadiran wali nanggroe harus menjadi tokoh pemersatu Aceh dan milik semua masyarakat Aceh. Diharapkan juga menjadi tokoh yang bijak dan terlibat dalam penyelesaian berbagai persoalan yang terjadi di Aceh, seperti masalah yang terjadi antara eksekutif dan legislatif, masalah yang terkait dengan lembaga keistimewaan di Aceh dan koordinasi pembangunan.
Selain itu, keberadaan WN dan LWN idealnya harus berperan dalam memperkuat posisi keistimewaan dan kekhususan Aceh, mendudukkan posisi keistimewaan dan kekhususan Aceh, serta turut andil dalam memperkuat pembangunan.
Kajian ini memantik diskusi dari peserta yang hadir, salah satunya dari akademisi Fakultas Hukum Unsyiah Dr. Teuku Muttaqin Mansur. Ia menilai dalam melaksanakan tugasnya, kepala Sekretariat LWN seperti tidak seirama dengan wali nanggroe.
Salah satu solusi yang ditawarkan untuk mengefektifkan fungsi dan tugas LWN ialah dengan merevisi Qanun Wali Nanggroe. Peserta FGD juga berharap agar LWN memiliki kedudukan yang kuat karena ini menyangkut dengan kekhususan dan keistimewaan Aceh.
“Padahal kepala Sekretariat LWN sangat berperan dalam menunjang kegiatan atau kebijakan pengurus lembaga tersebut,” ujarnya.
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Aceh, Dr. Taqwaddin langsung menjadi koordinator untuk tim kajian ini. Selain Sulaiman Tripa sebagai tenaga ahli, juga melibatkan seluruh Asisten Ombudsman Aceh sebagai anggota yang diketuai oleh Ilyas Isti. Ombudsman menargetkan dalam sebulan ke depan kajian ini sudah mengeluarkan hasil sehingga harapan terlaksananya tugas dan fungsi LWN sesuai undang-undang dan kepercayaan publik pada lembaga itu bisa terbangun.[]