HUKUM ADAT LAOT
Berdasarkan alam pikiran masyarakat kita, dalam kehidupan alam semesta senantiasa harus terdapat suatu keseimbangan (Equilbrium), sebab gangguan terhadap keseimbangan akan mendatangkan pengaruh atau akibat yang buruk terhadap seluruh kehidupan alam semesta. Jadi keseimbangan (Evenwicht Harmonis) sangat penting antara manusia dengan kelompoknya dan antara dunia lahir dan dunia gaib. Setiap perbuatan yang mengganggu keseimbangan tersebut merupakan pelanggaran hukum dan para pengetua adat akan mengambil tindakan guna mengembalikan keseimbangan yang terganggu. Menurut pikiran tradisional, organisasi masyarakat itu adalah ditujukan untuk memelihara keseimbangan, menghalangi jalannya organisasi tersebut dianggap pelanggaran berat, sedangkan pelanggaran yang hanya merugikan kepentingan orang lain dipandang sebagai pelanggaran yang tidak berat.
Menurut dokrin ilmu hukum, maka yang dianggap suatu perbuatan melanggar hukum adat ialah setiap gangguan dari satu pihak terhadap keseimbangan dunia lahir, dunia gaib dan setiap pelanggaran terhadap keseimbangan dari suatu pihak terhadap kehidupan materil maupun inmateril dari seseorang atau dari sejumlah orang sebagai suatu kesatuan. Apabila perbuatan tersebut terganggu maka akan menimbulkan reaksi, yaitu reaksi adat dimana sifat dan besarnya reaksi itu ditentukan menurut hukum adat, karena reaksi akan memulihkan/memperbaiki
Keseimbangan yang terganggu. Rumusan pidana adat tersebut diatas adalah berdasarkan kepada alam tradisional masyarakat Indonesia yang Magisch Religious, atau Participerend Kosmosch (alam berpasangan). Mengenai ukuran apa yang dijadikan batas mana merupakan perbuatan melanggar ketentuan adat laot adalah tergantung pada rasa kepatuhan dan rasa keadilan masyarakat. Setiap perbuatan yang tidak sesuai dan selaras dengan rasa keselamatan/ kesejahteraan masyarakat adalah perbuatan melanggar hukum adat.
Disamping itu hukum adat pada umumnya dan khususnya hukum adat laot, tidak dikenal sistem norma yang pre existant, yakni sistem pelanggaran hukum yang telah ditetapkan lebih dahulu seperti yang ditentukan dalam pasal 1 ayat (1) KUHP. Namun demikian dalam hukum adat laot terdapat pengecualian dimana ketentuan pelanggaran hukum yang telah berlaku/telah ada terlebih dahulu. Karena ketentuan-ketentuan penangkapan ikan di laot secara tidak tertulis sudah ada jauh sebelumnya, baru kemudian dibuat secara tertulis dari hasil musyawarah/ mufakat para Panglima Laot Aceh pada tanggal 6-7 Juni 2000 di Banda Aceh. Pembaharuan dan perkembangan hukum ada merupakan suatu hal yang tidak mungkin terelakkan dalam menyesuaikan diri dengan perkembangan dan kemajuan zaman. Perbedaan yang terdapat antara satu lhok dengan lainnya bahkan antar Kabupaten disepakati untuk dijadikan suatu modifikasi hukum adat laot yang seragam melalui kesepakatan Pengetua Adat/Panglima Laot. Dengan demikian ketentuan hukum adat laot akan menjadi hukum adat yang berlaku secara universal bagi Nelayan di seluruh Aceh.
Berbeda dengan hukum Barat, bagi mereka yang dianggap